Vol 8, No 1 (2021)

DOI: http://dx.doi.org/10.37428/pspt.v8i1

EDITORIAL

MODERASI BERAGAMA DALAM KONTEKS TEOLOGI,

TRADISI, NILAI-NILAI PENDIDIKAN DAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL

           

Moderasi beragama dalam laku-keseharian kita sebagai warga bangsa yang berbhineka pada dasarnya merupakan suatu keniscayaan, bukan semata-mata karena tuntutan sosio-kultural, akan tetapi telah menjadi irama kosmis dan seruan semesta.  Oleh karena itu, pemahaman dan internalisasi konsep moderasi beragama dalam pandangan Hindutva telah merasuk dan berakar sangat dalam di relung sistem teologinya, dan pada tahap selanjutnya sistem teologis tersebut memberikan pancaran cahaya terhadap berbagai wujud tradisi keagamaan yang kaya akan nilai-nilai pluralisme, humanisme, spiritualisme, dan universalisme. Pemahaman (verstehen) terhadap seperangkat nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kebhinekaan dalam Hindutva itu telah menjadi bagian yang esensial dan integral dalam sistem pendidikan yang berakar dari sistem param-param para dan warnÄsrama-dharma. Dengan berbasis pada sistem pembelajaran param-param para dan warnÄsrama-dharma, maka pola komunikasi yang dikembangkan lebih mengutamakan bentuk komunikasi interpersonal. Namun demikian, pola komunkasi tradisonal Veda sesungguhnya secara teoretik dan praktik pun diarahkan untuk mampu menggapai pemahaman non-human being communication.

            Pendalaman pemahaman moderasi beragama dalam tataran teologis secara kontekstual dibahas dalam tulisan I Ketut Donder, “Teologi Tat Twan Asi dan Garansi Terwujudnya Persaudaraan Semestaâ€. Simpul teologis Tat Twam Asi yang dikemukakan Ketut Donder dalam kajiannya ini bukan sekadar wacana, akan tetapi berbasis pada berbagai fenomena sosio-religius dan komodifikasi politik serta propaganda agama yang kerap berkelindan dengan kaum mualaf. Secara teologis komodifikasi politis dan propaganda agama yang kerap melukai nurani kemanusiaan kiranya tidak sesuai dengan asas Tat Twam Asi yang mengedepankan keselarasan persaudaraan hidup semesta atau vasudhaiva kutumbakam.

            Refleksi sosio-kultural dan spiritual keselarasan hidup semesta (vasudhaiva kutumbakam) dalam simpul teologis Tat Twam Asi tersebut secara praksis dan simbolik dapat didalami dari “Tradisi Perang Pisang di Tenganan Dauh Tukad, Kecamatan Manggis†tulisan Ida Bagus Putu Eka Suadnyana. Dalam batas tertentu, tradisi perang pisang ini kiranya dapat dipahami sebagai reduksi simbolik dari tradisi perang pandan yang mendunia dari Tenganan Pagringsingan, yang mengungkapkan ekspresi kental  rwa bhineda, suka-duka yang menopang kelangsungan tradisi religius tersebut. Pemahaman terhadap nilai-nilai rwa bhineda yang menjadi esensi kehidupan bermasyarakat, dalam pandangan Hindutva secara teoritis dan praktik juga menjadi basis pembelajaran kempemimpinan diri yang dibahas dalam pendidikan di Pasraman Bekasi, sebagaimana diulas dalam tulisan Ni Made Niti Widya Utami. Demikian juga halnya dengan program konseling pranikah umat Hindu yang mendasarkan pada prinsip komunikasi interpersonal—sebagaimana kita ketahui—juga berkelindan dengan simpul teologis Tat Twam Asi, Vasudhaiva Kutumbakam, dan Lokasamgraham. Dengan demikian, selaras dengan pemikiran Arcadius Benawa, maka  secara kritis dan reflektif dapat disarikan bahwa sistem pendidikan dan pembelajaran dalam pandangan Hindutva, baik dalam ranah informal, non formal, dan formal,  baik secara konseptual dan praksis didasarkan dan diarahkan pada nilai-nilai esensial moderasi beragama, suatu sistem pendidikan keagamaan yang menjunjung tinggi harkat dan nilai pluralisme serta terintegrasi dengan nilai kemasusiaan universal.      

Editor in Chief

Terbit Tanggal : 30 Juni 2021

Daftar Isi

Ketut Donder
PDF
1-39
Ida bagus Putu eka Suadnyana
PDF
40-52
Ni Made Niti Widya Utami, Ketut Budiawan, I Ketut Ulianta
PDF
53-64
Ari Benawa
PDF
65-84
wayan julianto, Untung Suhardi, I Made Jaya Negara Suarsa Putra
PDF
85-95