Editorial
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang demikian cepatnya membawa perubahan yang begitu cepat dalam tata kehidupan setiap individu maupun kehidupan  berbangsa, bernegara, dan beragama. Perubahan dimaksud cenderung membawa berbagai implikasi baik bersifat positif maupun negatif, seperti hilangnya berbagai profesi, munculya profesi baru, morosotnya perilaku manusia, serta semakin mudah terjadinya pertukaran informasi.  Sebagai Institusi Pendidikan dengan tugas  menyiapkan Lulusan yang akan terjun di tengah masyarakat dalam kehidupan nyata serta akan menghadapi kehidupan dengan tingkat perubahan dan ketidakpastian yang begitu tinggi, terkadang menghadapi kenyataan yang tidak diinginkan dimana kompetensi yang dipersiapkan sejak awal belum tentu sesuai saat mereka lulus.
Berbagai dampak modernisasi dan globalisasi tersebut harus tetap diantisipasi tidak saja dengan menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi yang sesuai, akan tetapi harus ada upaya menyadarkan mereka bahwa peserta didik harus mampu dan memiliki pola pikir/prinsip berpikir trialektika dan bukan semata-mata dialektika. Adanya perubahan yang tidak menentu mengharuskan masyarakat untuk hidup dengan strategi alternatif, yakni dengan mensinergikan cara berfikir antara Paradigma Barat, Paradigma Weda dan Kearifan lokal sebagai upaya ilmiah untuk lebih mendekatkan Aparawidya (Empiric Science) dengan  Parawidya (supra-empiric science),  dengan demikian maka kita tidak saja akan terpaku hanya dengan cara yang selama ini dilakukan, yang melulu bersandar pada paradigma positifistik akan tetapi kita mulai mencoba memadukan kecenderungan berpikir positifistik dengan paradigma holistik yang ditawarkan oleh paradigma Veda dengan tidak menafikkan akar-akar pemikiran yang muncul di berbagai daerah, yang dikenal dengan Nibanda. Cara berfikir holistik dengan perpaduan dan penyelarasan inilah yang harus ditawarkan sebagai paradigma alternatif yang   akan mengarahkan kehidupan masyarakat dalam menjalankan kehidupan secara lebih komprehensif.
Berpikir trialektika akan memberikan wawasan dalam melakukan kritik Paradigma Mainstream dilandaskan kepada Pemahaman paradigma Weda dan Nibanda/Kearifan Lokal, yang pada akhirnya dapat bermanfaat untuk mengembangkan karakter keilmuan agama dan kependidikan serta keilmuan lain yang dikembangkan, dengan dilandasi pola berpikir terintegrasi dan menyeluruh (unified sciencies dan holisticism) selaras antara Aparawidya dengan Parawidya.
Adanya berbagai perubahan dalam pola kehidupan masyarakat abad 21, membutuhkan berbagai macam ketrampilan belajar dan kemampuan berinovasi (Learning and Inovation skill) seperti Critical Thingking & Problem Solving, Creativity & Inovation, Communication, Collaboration. Kenyataan tersebut memaksa perguruan tinggi untuk melakukan perubahan mendasar dalam hal mengelola institusi dan pengembangan kurikulumnya, untuk dapat menyiapkan lulusan yang siap menghadapi perubahan tersebut, termasuk menyadarkan peserta didik dalam cara dan prinsip berpikirnya.
Pasupati sebagai wahana dalam menyebarluaskan luaran/hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan insan akademik juga harus mengantisipasi situasi dan kondisi kekinian yang terjadi.
Pada Volume VII No. 2 Tahun 2020 ini Pasupati juga memuat tradisi di berbagai tempat sebagai kearifan lokal yang memiliki nilai-nilai positif dan gayut dengan pengembangan gotong royong, disiplin, budi pekerti, integritas, sehingga dapat menjadi media edukasi bagi masyarakat. Disamping itu juga dimuat makna kober Ganapati dalam Upacara Rsi Gana dan Upacara Nangluk Mrana, analisis banten dewa-dewi, dari segi bentuk, makna dan fungsinya, Persepsi masyarakat atas esistensi Pasraman serta Sapi antara Hewan suci dan konsumsi, yang dikemas dalam tema besar : MEDIA EDUKASI MELALUI TRADISI KEAGAMAAN.
Atas perhatian Pembaca dimanapun anda berada selamat membaca semoga sajian kami bermanfaat dan mohon maaf kiranya ada yang tidak berkenan dengan kehadiran dan sajian kami.
EditorDaftar Isi
Made Awanita
|
86-122
|
Kadek Sudiana Saputra, I Wayan Budha, I Gusti Ngurah Rai
|
123-138
|
Penggunaan Banten Dewa-Dewi pada Upacara Piodalan di DKI Jakarta (Tinjauan Bentuk, Fungsi dan Makna)
Nyoman Widasni, Anak Agung Oka Puspa, I Made Sutresna
|
139-154
|
Suyono Suyono
|
155-164
|
Made Ferry Kurniawan
|
165-175
|